Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh
Jazakumullah, al ‘ulama al ahibbaa’
fillah..
Ikhwah fillah
Persoalan terbesar bagi umat Islam
saat ini yang mengalami kekalahan di semua lini, politik, ekonomi, sosial,
budaya, militer, bahkan semua aspek kehidupan karena umat Islam telah
meninggalkan Islam, meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah, dan sampai puncaknya
adalah krisis ukhuwah. Bukan hanya bagi umat Islam, bahkan bagi ulamanya
sendiri.
Ikhwah fillah
Kenapa kita tidak punya haibah?
prestise di dunia, di negeri sendiri? Pada lingkungan kita sendiri kita
tidak punya haibah, karena kita tidak punya al-quwwah, kekuatan.
Kenapa tidak punya al-quwwah? karena tidak punya wahdah, kita
sejujurnya belum bersatu, tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta… (Al-Hasyr,
59: 14)
Kesannya saja, retorikanya kita
bersatu, sebenarnya kita masih ingin eksis dengan jati diri masing-masing,
mazhab masing-masing, pendapat, kelompok, organisasi masing-masing.
Kenapa kita gak punya wahdah?
ya… karena kita mengalami yang disebut dengan ukhuwah, saling cinta karena
Allah, saling tolong karena Allah, saling menghargai karena Allah, saling
mendo’akan karena Allah, saling mendukung karena Allah, saling menutupi aib
karena Allah.
Kadang tidak perlu duduk bersama,
tapi hati bersama itu jauh lebih utama. Dan tentu jauh lebih afdhal
duduk bersama dan hati kita bersama seperti shaf shalat berjama’ah.
Nah… kenapa tidak mengalami kekuatan
ukhuwah itu? karena kita mengalami krisis iman. Allah, ridha-Nya, rahmat-Nya,
ampunan-Nya, hidayah-Nya, berkah-Nya, Rasul-Nya, akhirat-Nya bukan menjadi
tujuan dan orientasi dalam setiap aktifitas kita.
Maaf, mungkin ini terlalu kasar…
Bahasanya agama, tapi hatinya dunia,
…وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ…
(Ali
‘Imran, 3: 152)
Kelumpuhan terjadi bagi umat Islam
dan terutama para juru dakwah adalah karena mereka lebih melihat ghanimah
ketimbang ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ikhwah…
Kalau Allah dan Rasul dan akhirat
menjadi tujuan dan orientasi dalam setiap harakah dakwah kita, maka kita akan
mengedepankan, mengutamakan dakwah, itu yang menjadi skala prioritas, main
goal, dalam semua aktifitas kita, dakwah, dakwah, dakwah, tanpa diundangpun
dakwah. Kita menunggu undangan, baru dakwah.
Ulama yang terbaik itu ulama air
hujan, yang menghujani siapa pun, minimal ulama mata air yang orang datang
rindu kepadanya. Jangan jadi air pam, air pam itu kalau gak diundang, gak keluar
dia, kalau gak dibayar gak keluar dia, gak tsiqah
dalam dakwah, memilah milih dalam dakwah, akhirnya retorika-retorika saja,
intinya dia mencari duit.
Ini ngamen ya ikhwah, atau
menjadi juru dakwah air comberan, munafik, dia berbuat maksiat.
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ
تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(Ash-Shaff,
61: 3)
Nah… dakwah kita utamakan, kita
berkumpul karena kita mengutamakan dakwah, kita bisa bersama karena
mengutamakan dakwah. Jadi benang tasbih walaupun bijiannya warna warni, kalau
benangnya adalah dakwah, kita akan bisa bersama ya ikhwah.
Islam bisa berkembang karena dakwah,
Rasul menyebarkan dakwah, lalu dilanjutkan para sahabat. Sahabat wafat,
dilanjutkan tabi’ut tabiin, lalu salafus shalih. Dan kita bisa begini pun
karena dakwah, maka dakwahlah utamakan.
Dimulai dakwah pada diri sendiri, fardiyah,
ahliyah, keluarga kita, lalu sahabat-sahabat kita, lalu khususiah
orang-orang penting, lalu ijtima’iyah, tabligh, ta’lim,
kemudian ‘umumiyah, siapapun didakwahi tanpa merasa paling suci.
Kemudian kalau dakwah yang menjadi
prioritas, maka yang kedua adalah ukhuwah. Nah… buahnya dari orientasi dakwah
itu ukhuwah. Banyak kita berbeda paham dengan kawan-kawan.
Misalnya Arifin, ada yang
membid’ahkan zikir, Arifin sayang kepada kawan-kawan yang membid’ahkan zikir.
Tidak ada masalah, tidak penting perbedaan itu, yang penting ukhuwahnya, yang
penting dakwahnya.
Hanya karena perbedaan qunut… Ndak
penting perbedaan itu, yang penting dakwahnya, ukhuwahnya, ndak penting
zikir berjama’ah itu, yang penting ummat itu bertaubat dan sebagainya, itu yang
penting.
Jadi hal-hal yang kecil yang masih
persoalan furu’iyah bukan ushuliyah, kecuali yang sudah
difatwakan jelas, bayan, clear, oleh Majelis Ulama
Indonesia. Ada yang kita bersama, ada yang tidak bisa kita bersama.
Kemudian yang ketiga.. kalau sudah
dakwah yang menjadi prioritas maka ukhuwah. Kalau “iyyaka na’budu wa iyyaka
nast’ain” kalau Allah menjadi tujuan kita “na’budu”, kami beribadah
bersama, kami mohon pertolongan kepada Allah, kami.. bukan aku.. kami… ‘aku’,
‘kamu’.. lebur menjadi ‘kami’. “shaffan ka annahum bunyaanun marshush” (Ash-Shaff,
61: 4).
Nah, kemudian yang ketiga: maslahah.
Kalau sudah ukhuwah, maka ke-maslahah-nya yang dikedepankan. Maslahahnya
apa?
Kita di samping masjid Az-Zikra ada
mushalla yang berbeda, yang mereka tidak sependapat dengan speaker
(aspek) anti-speaker. Mushallanya hancur, bocor, kita bangunkan. Subhanallah…
gak ada masalah speaker nggak speaker, maslahahnya untuk ummat biar bisa
shalat di mushalla itu. Ya… Allah… ini kemaslahahan yang harus
dikedepankan setelah ukhuwah dan prioritas dakwah.
Maka Arifin bahagia sekali, walaupun
keadaan hanya bisa melewati ini, tapi Arifin menyayangi semua, ayah, ikhwah
fillah, kawan-kawan, juru-juru dakwah.
Ini saatnya bukan lagi
retorika-retorikaan, bukan main-main lagi dakwah, bukan lagi eksis-eksis
sendirian lagi, ndak perlu lagilah dengan ge-er dengan pujian,
ndak perlu lagi sakit hati dengan hinaan.
Saatnya kita menjadi teladan bagi
ummat, jadi mata air, jadi cahaya, apa yang di hati itu yang difikirkan, apa
yang difikirkan itu yang diucapkan, apa yang diucapkan itu diamalkan,
istiqamah, tsiqah, lahir batin ta’at kepada Allah jalla jalaluhu,
figur teladan bagi ummat, tidak main-main, tidak lagi menjual-jual, main-main
kata, penuh dengan gaya-gaya.
Tidak perlu lagi takut dengan caci
maki, hinaan, gosip. Dakwah liyuhiqqal haqqa wayubthilal bathila walau
karihal mujrimun… (Al-Anfaal, 8: 8). Keniscayaan akan dicaci maki oleh
orang mujrimun itu.
Fitnah itu memang menyakitkan,
kotoran, tapi bagi orang beriman dia bisa olah menjadi pupuk yang menyenangkan,
pupuk yang menyuburkan keimanannya.
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلَامًا
(Al
Furqan, 25: 63)
Ketahuilah ya ikhwah, yang paling
pantas berdakwah itu siapa? Hamba Allah yang istiqamah, yang tidak main-main
dengan kata-katanya, bukannya surat Fushshilat (menerangkan),
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا…
(Fushshilat,
41: 30)
Lihat setelah itu,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ
دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
(Fushshilat,
41: 33)
Mereka yang istiqamah lalu mereka
berdakwah,
Ikhwah, al lughah al madzuqah,
bahasa itu rasa, ummat itu bisa merasakan mana main-main kata, mana yang serius
dalam berdakwah, mana yang istiqamah, mana yang dalam setiap kata-katanya yang
benar-benar tulus mencintai ummat.
Maaf ikhwah, kalau Arifin menyampaikan
ini. Inilah keadaan sekarang, mudah-mudahan Arifin dan semua ikhwah, Allah
bersamakan dalam ridha-Nya, dalam rahmat-Nya, dalam ampunan-Nya, dan
hidayah-Nya, dalam berkah-Nya, dalam harakah dakwah-Nya. Kita bersama walaupun
tidak harus duduk kita bersama, suatu saat kita duduk bersama lalu kita
bersama-sama.
Puncak perjuangan kita adalah
tegaknya syari’at Allah di negeri yang kita cintai ini dan tegaknya khilafah
Islamiyah.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
، أَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتْوبُ إِلَيْكَ
Banyak salah Arifin, uhibbukum
fillah.
Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh.
-
EmoticonEmoticon